Mengantisipasi Kegagalan UN

Senin, 14 Februari 2011

SEJARAH AL-BARZANJI

Al-Barzanji atau Berzanji adalah suatu do’a-do’a, puji-pujian dan penceritaan riwayat Nabi Muhammad saw yang biasa dilantunkan dengan irama atau nada. Isi Berzanji bertutur tentang kehidupan Nabi Muhammad saw yakni silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga diangkat menjadi rasul. Didalamnya juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia.
Nama Barzanji diambil dari nama pengarangnya, seorang sufi bernama Syaikh Ja’far bin Husin bin Abdul Karim bin Muhammad Al – Barzanji. Beliau adalah pengarang kitab Maulid yang termasyur dan terkenal dengan nama Mawlid Al-Barzanji. Karya tulis tersebut sebenarnya berjudul ‘Iqd Al-Jawahir (kalung permata) atau ‘Iqd Al-Jawhar fi Mawlid An-Nabiyyil Azhar. Barzanji sebenarnya adalah nama sebuah tempat di Kurdistan, Barzanj. Nama Al-Barzanji menjadi populer tahun 1920-an ketika Syaikh Mahmud Al-Barzanji memimpin pemberontakan nasional Kurdi terhadap Inggris yang pada waktu itu menguasai Irak.
Kitab Maulid Al-Barzanji karangan beliau ini termasuk salah satu kitab maulid yang paling populer dan paling luas tersebar ke pelosok negeri Arab dan Islam, baik Timur maupun Barat. Bahkan banyak kalangan Arab dan non-Arab yang menghafalnya dan mereka membacanya dalam acara-acara keagamaan yang sesuai. Kandungannya merupakan Khulasah (ringkasan) Sirah Nabawiyah yang meliputi kisah kelahiran beliau, pengutusannya sebagai rasul, hijrah, akhlaq, peperangan hingga wafatnya. Syaikh Ja’far Al-Barzanji dilahirkan pada hari Kamis awal bulan Zulhijjah tahun 1126 di Madinah Al-Munawwaroh dan wafat pada hari Selasa, selepas Asar, 4 Sya’ban tahun 1177 H di Kota Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi`, sebelah bawah maqam beliau dari kalangan anak-anak perempuan Junjungan Nabi saw.
Sayyid Ja’far Al-Barzanji adalah seorang ulama’ besar keturunan Nabi Muhammad saw dari keluarga Sa’adah Al Barzanji yang termasyur, berasal dari Barzanj di Irak. Datuk-datuk Sayyid Ja’far semuanya ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan amalnya, keutamaan dan keshalihannya. Beliau mempunyai sifat dan akhlak yang terpuji, jiwa yang bersih, sangat pemaaf dan pengampun, zuhud, amat berpegang dengan Al-Quran dan Sunnah, wara’, banyak berzikir, sentiasa bertafakkur, mendahului dalam membuat kebajikan bersedekah,dan pemurah.
Nama nasabnya adalah Sayid Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Sayid ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul Sayid ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja’far As-Sodiq ibn Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali r.a.
Semasa kecilnya beliau telah belajar Al-Quran dari Syaikh Ismail Al-Yamani, dan belajar tajwid serta membaiki bacaan dengan Syaikh Yusuf As-So’idi dan Syaikh Syamsuddin Al-Misri.Antara guru-guru beliau dalam ilmu agama dan syariat adalah : Sayid Abdul Karim Haidar Al-Barzanji, Syeikh Yusuf Al-Kurdi, Sayid Athiyatullah Al-Hindi. Sayid Ja’far Al-Barzanji telah menguasai banyak cabang ilmu, antaranya: Shoraf, Nahwu, Manthiq, Ma’ani, Bayan, Adab, Fiqh, Usulul Fiqh, Faraidh, Hisab, Usuluddin, Hadits, Usul Hadits, Tafsir, Hikmah, Handasah, A’rudh, Kalam, Lughah, Sirah, Qiraat, Suluk, Tasawuf, Kutub Ahkam, Rijal, Mustholah.
Syaikh Ja’far Al-Barzanji juga seorang Qodhi (hakim) dari madzhab Maliki yang bermukim di Madinah, merupakan salah seorang keturunan (buyut) dari cendekiawan besar Muhammad bin Abdul Rasul bin Abdul Sayyid Al-Alwi Al-Husain Al-Musawi Al-Saharzuri Al-Barzanji (1040-1103 H / 1630-1691 M), Mufti Agung dari madzhab Syafi’i di Madinah. Sang mufti (pemberi fatwa) berasal dari Shaharzur, kota kaum Kurdi di Irak, lalu mengembara ke berbagai negeri sebelum bermukim di Kota Sang Nabi. Di sana beliau telah belajar dari ulama’-ulama’ terkenal, diantaranya Syaikh Athaallah ibn Ahmad Al-Azhari, Syaikh Abdul Wahab At-Thanthowi Al-Ahmadi, Syaikh Ahmad Al-Asybuli. Beliau juga telah diijazahkan oleh sebahagian ulama’, antaranya : Syaikh Muhammad At-Thoyib Al-Fasi, Sayid Muhammad At-Thobari, Syaikh Muhammad ibn Hasan Al A’jimi, Sayid Musthofa Al-Bakri, Syaikh Abdullah As-Syubrawi Al-Misri.
Syaikh Ja’far Al-Barzanji, selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut. Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlak dan taqwanya, tapi juga dengan kekeramatan dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdo’a untuk hujan pada musim-musim kemarau.
Historisitas Al-Barzanji tidak dapat dipisahkan dengan momentum besar perihal peringatan maulid Nabi Muhammad saw untuk yang pertama kali. Maulid Nabi atau hari kelahiran Nabi Muhammad saw pada mulanya diperingati untuk membangkitkan semangat umat Islam. Sebab waktu itu umat Islam sedang berjuang keras mempertahankan diri dari serangan tentara salib Eropa, yakni dari Prancis, Jerman, dan Inggris.
Kita mengenal itu sebagai Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun 1099 M tentara salib telah berhasil merebut Yerusalem dan menyulap Masjidil Aqsa menjadi gereja. Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan dan persaudaraan ukhuwah. Secara politis memang umat Islam terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan. Meskipun ada satu khalifah tetap satu dari Dinasti Bani Abbas di kota Baghdad sana, namun hanya sebagai lambang persatuan spiritual.
Adalah Sultan Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi -dalam literatur sejarah Eropa dikenal dengan nama Saladin, seorang pemimpin yang pandai mengena hati rakyat jelata. Salahuddin memerintah para tahun 1174-1193 M atau 570-590 H pada Dinasti Bani Ayyub- katakanlah dia setingkat Gubernur. Meskipun Salahuddin bukan orang Arab melainkan berasal dari suku Kurdi, pusat kesultanannya berada di kota Qahirah (Kairo), Mesir, dan daerah kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suriah dan Semenanjung Arabia. Menurut Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Nabi mereka. Salahuddin mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini harus dirayakan secara massal.
Sebenarnya hal itu bukan gagasan murni Salahuddin, melainkan usul dari iparnya, Muzaffaruddin Gekburi yang menjadi Atabeg (setingkat Bupati) di Irbil, Suriah Utara. Untuk mengimbangi maraknya peringatan Natal oleh umat Nasrani, Muzaffaruddin di istananya sering menyelenggarakan peringatan maulid nabi, cuma perayaannya bersifat lokal dan tidak setiap tahun. Adapun Salahuddin ingin agar perayaan maulid nabi menjadi tradisi bagi umat Islam di seluruh dunia dengan tujuan meningkatkan semangat juang, bukan sekadar perayaan ulang tahun biasa.
Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari Khalifah di Baghdad yakni An-Nashir, ternyata Khalifah setuju. Maka pada musim ibadah haji bulan Dzulhijjah 579 H / 1183 M, Salahuddin sebagai penguasa Haramain (dua tanah suci, Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera menyosialkan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580 / 1184 M tanggal 12 Rabiul Awal dirayakan sebagai hari Maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.
Pada mulanya gagasan Salahuddin ditentang oleh para ulama. Sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin kemudian menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang.
Salah satu kegiatan yang di prakarsai oleh Sultan Salahuddin pada peringatan Maulid Nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 H) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far Al-Barzanji.
Ternyata peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 H) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjidil Aqsa menjadi masjid kembali, sampai hari ini.
Kitab Al-Barzanji ditulis dengan tujuan untuk meningkatkan kecintaan kepada Rasulullah SAW dan meningkatkan gairah umat. Dalam kitab itu riwayat Nabi saw dilukiskan dengan bahasa yang indah dalam bentuk puisi dan prosa (nasr) dan kasidah yang sangat menarik. Secara garis besar, paparan Al-Barzanji dapat diringkas sebagai berikut: (1) Sislilah Nabi adalah: Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muttalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qusay bin Kitab bin Murrah bin Fihr bin Malik bin Nadar bin Nizar bin Maiad bin Adnan. (2) Pada masa kecil banyak kelihatan luar biasa pada dirinya. (3) Berniaga ke Syam (Suraih) ikut pamannya ketika masih berusia 12 tahun. (4) Menikah dengan Khadijah pada usia 25 tahun. (5) Diangkat menjadi Rasul pada usia 40 tahun, dan mulai menyiarkan agama sejak saat itu hingga umur 62 tahun. Rasulullah meninggal di Madinah setelah dakwahnya dianggap telah sempurna oleh Allah SWT.
Dalam Barzanji diceritakan bahwa kelahiran kekasih Allah ini ditandai dengan banyak peristiwa ajaib yang terjadi saat itu, sebagai genderang tentang kenabiannya dan pemberitahuan bahwa Nabi Muhammad adalah pilihan Allah. Saat Nabi Muhammad dilahirkan tangannya menyentuh lantai dan kepalanya mendongak ke arah langit, dalam riwayat yang lain dikisahkan Muhammad dilahirkan langsung bersujud, pada saat yang bersamaan itu pula istana Raja Kisrawiyah retak terguncang hingga empat belas berandanya terjatuh. Maka, Kerajaan Kisra pun porak poranda. Bahkan, dengan lahirnya Nabi Muhammad ke muka bumi mampu memadamkan api sesembahan Kerajaan Persi yang diyakini tak bisa dipadamkan oleh siapapun selama ribuan tahun.
Keagungan akhlaknya tergambarkan dalam setiap prilaku beliau sehari-hari. Sekitar umur tiga puluh lima tahun, beliau mampu mendamaikan beberapa kabilah dalam hal peletakan batu Hajar Aswad di Ka’bah. Di tengah masing-masing kabilah yang bersitegang mengaku dirinya yang berhak meletakkan Hajar Aswad, Rasulullah tampil justru tidak mengutamakan dirinya sendiri, melainkan bersikap akomodatif dengan meminta kepada setiap kabilah untuk memegang setiap ujung sorban yang ia letakan di atasnya Hajar Aswad. Keempat perwakilan kabilah itu pun lalu mengangkat sorban berisi Hajar Aswad, dan Rasulullah kemudian mengambilnya lalu meletakkannya di Ka’bah.
Kisah lain yang juga bisa dijadikan teladan adalah pada suatu pengajian seorang sahabat datang terlambat, lalu ia tidak mendapati ruang kosong untuk duduk. Bahkan, ia minta kepada sahabat yang lain untuk menggeser tempat duduknya, namun tak ada satu pun yang mau. Di tengah kebingungannya, Rasulullah saw memanggil sahabat tersebut dan memintanya duduk di sampingnya.. Tidak hanya itu, Rasul kemudian melipat sorbannya lalu memberikannya pada sahabat tersebut untuk dijadikan alas tempat duduk. Melihat keagungan akhlak Nabi Muhammad, sahabat tersebut dengan berlinangan air mata lalu menerima sorban tersebut namun tidak menjadikannya alas duduk, tetapi justru mencium sorban Nabi Muhammad saw tersebut.
Bacaan shalawat dan pujian kepada Rasulullah bergema saat kita membacakan Barzanji di acara peringatan maulid Nabi Mauhammad saw, Ya Nabi salâm ‘alaika, Ya Rasûl salâm ‘alaika, Ya Habîb salâm ‘alaika, ShalawatulLâh ‘alaika… (Wahai Nabi salam untukmu, Wahai Rasul salam untukmu, Wahai Kekasih salam untukmu, Shalawat Allah kepadamu…)
Kemudian, apa tujuan dari peringatan maulid Nabi dan bacaan shalawat serta pujian kepada Rasulullah? Dr. Sa’id Ramadlan Al-Bûthi menulis dalam Kitab Fiqh Al-Sîrah Al-Nabawiyyah: “Tujuannya tidak hanya untuk sekedar mengetahui perjalanan Nabi dari sisi sejarah saja. Tapi, agar kita mau melakukan tindakan aplikatif yang menggambarkan hakikat Islam yang paripurna dengan mencontoh Nabi Muhammad saw.”
Sarjana Jerman peneliti Islam, Annemarie Schimmel dalam bukunya, Dan Muhammad adalah Utusan Allah: Penghormatan terhadap Nabi saw dalam Islam (1991), , menerangkan bahwa teks asli karangan Ja’far Al-Barzanji, dalam bahasa Arab, sebetulnya berbentuk prosa. Namun, para penyair kemudian mengolah kembali teks itu menjadi untaian syair, sebentuk eulogy bagi Sang Nabi. Pancaran kharisma Nabi Muhammad saw terpantul pula dalam sejumlah puisi, yang termasyhur: Seuntai gita untuk pribadi utama, yang didendangkan dari masa ke masa.
Untaian syair itulah yang tersebar ke berbagai negeri di Asia dan Afrika, tak terkecuali Indonesia. Tidak tertinggal oleh umat Islam penutur bahasa Swahili di Afrika atau penutur bahasa Urdu di India, kita pun dapat membaca versi bahasa Indonesia dari syair itu, meski kekuatan puitis yang terkandung dalam bahasa Arab kiranya belum sepenuhnya terwadahi dalam bahasa kita sejauh ini.
Secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa karya Ja’far Al-Barzanji merupakan biografi puitis Nabi Muhammad saw. Dalam garis besarnya, karya ini terbagi dua: ‘Natsar’ dan ‘Nadhom’. Bagian Natsar terdiri atas 19 sub bagian yang memuat 355 untaian syair, dengan mengolah bunyi “ah” pada tiap-tiap rima akhir. Seluruhnya menurutkan riwayat Nabi Muhammad saw, mulai dari saat-saat menjelang beliau dilahirkan hingga masa-masa tatkala paduka mendapat tugas kenabian. Sementara, bagian Nadhom terdiri atas 16 sub bagian yang memuat 205 untaian syair, dengan mengolah rima akhir “nun”.
Dalam untaian prosa lirik atau sajak prosaik itu, terasa betul adanya keterpukauan sang penyair oleh sosok dan akhlak Sang Nabi. Dalam bagian Nadhom misalnya, antara lain diungkapkan sapaan kepada Nabi pujaan” Engkau mentari, Engkau rebulan dan Engkau cahaya di atas cahaya“.
Di antara idiom-idiom yang terdapat dalam karya ini, banyak yang dipungut dari alam raya seperti matahari, bulan, purnama, cahaya, satwa, batu, dan lain-lain. Idiom-idiom seperti itu diolah sedemikian rupa, bahkan disenyawakan dengan shalawat dan doa, sehingga melahirkan sejumlah besar metafor yang gemilang. Silsilah Sang Nabi sendiri, misalnya, dilukiskan sebagai “Untaian Mutiara”.
Betapapun, kita dapat melihat teks seperti ini sebagai tutur kata yang lahir dari perspektif penyair. Pokok-pokok tuturannya sendiri, terutama menyangkut riwayat Sang Nabi, terasa berpegang erat pada Alquran, hadist, dan sirah nabawiyyah. Sang penyair kemudian mencurahkan kembali rincian kejadian dalam sejarah ke dalam wadah puisi, diperkaya dengan imajinasi puitis, sehingga pembaca dapat merasakan madah yang indah.
Salah satu hal yang mengagumkan sehubungan dengan karya Ja’far Al-Barzanji adalah kenyataan bahwa karya tulis ini tidak berhenti pada fungsinya sebagai bahan bacaan. Dengan segala potensinya, karya ini kiranya telah ikut membentuk tradisi dan mengembangkan kebudayaan sehubungan dengan cara umat Islam diberbagai negeri menghormati sosok dan perjuangan Nabi Muhammad saw.
Kitab Maulid Al-Barzanji ini telah disyarahkan oleh Al-’Allaamah Al-Faqih Asy-Syaikh Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad yang terkenal dengan panggilan Ba`ilisy yang wafat tahun 1299 H dengan satu syarah yang memadai, cukup elok dan bermanfaat yang dinamakan ‘Al-Qawl Al-Munji ‘ala Mawlid Al-Barzanji’ yang telah banyak kali diulang cetaknya di Mesir.
Di samping itu, telah disyarahkan pula oleh para ulama kenamaan umat ini. Antara yang masyhur mensyarahkannya ialah Syaikh Muhammad bin Ahmad ‘Ilyisy Al-Maaliki Al-’Asy’ari Asy-Syadzili Al-Azhari dengan kitab ’Al-Qawl Al-Munji ‘ala Maulid Al-Barzanji’. Beliau ini adalah seorang ulama besar keluaran Al-Azhar Asy-Syarif, bermazhab Maliki lagi Asy`ari dan menjalankan Thoriqah Asy-Syadziliyyah. Beliau lahir pada tahun 1217 H / 1802M dan wafat pada tahun 1299 H / 1882M.
Ulama kita kelahiran Banten, Pulau Jawa, yang terkenal sebagai ulama dan penulis yang produktif dengan banyak karangannya, yaitu Sayyidul Ulamail Hijaz, An-Nawawi Ats-Tsani, Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani Al-Jawi turut menulis syarah yang lathifah bagi Maulid al-Barzanji dan karangannya itu dinamakannya ‘Madaarijush Shu`uud ila Iktisaail Buruud’. Kemudian, Sayyid Ja’far bin Sayyid Isma`il bin Sayyid Zainal ‘Abidin bin Sayyid Muhammad Al-Hadi bin Sayyid Zain yang merupakan suami kepada satu-satunya anak Sayyid Ja’far al-Barzanji, juga telah menulis syarah bagi Maulid Al-Barzanj tersebut yang dinamakannya ‘Al-Kawkabul Anwar ‘ala ‘Iqdil Jawhar fi Maulidin Nabiyil Azhar’. Sayyid Ja’far ini juga adalah seorang ulama besar keluaran Al-Azhar Asy-Syarif. Beliau juga merupakan seorang Mufti Syafi`iyyah. Karangan-karangan beliau banyak, antaranya: “Syawaahidul Ghufraan ‘ala Jaliyal Ahzan fi Fadhaail Ramadhan”, “Mashaabiihul Ghurar ‘ala Jaliyal Kadar” dan “Taajul Ibtihaaj ‘ala Dhauil Wahhaaj fi Israa` wal Mi’raaj”. Beliau juga telah menulis sebuah manaqib yang menceritakan perjalanan hidup dan ketinggian nendanya Sayyid Ja’far Al-Barzanji dalam kitabnya “Ar-Raudhul A’thar fi Manaqib As-Sayyid Ja’far”.
Kitab Al-Barzanji dalam bahasa aslinya (Arab) dibacakan dalam berbagai macam lagu; rekby (dibaca perlahan), hejas (dibaca lebih keras dari rekby ), ras (lebih tinggi dari nadanya dengan irama yang beraneka ragam), husein (memebacanya dengan tekanan suara yang tenang), nakwan membaca dengan suara tinggi tapi nadanya sama dengan nada ras, dan masyry, yaitu dilagukan dengan suara yang lembut serta dibarengi dengan perasaan yang dalam
Di berbagai belahan Dunia Islam, syair Barzanji lazimnya dibacakan dalam kesempatan memeringati hari kelahiran Sang Nabi. Dengan mengingat-ingat riwayat Sang Nabi, seraya memanjatkan shalawat serta salam untuknya, orang berharap mendapat berkah keselamatan, kesejahteraan, dan ketenteraman. Sudah lazim pula, tak terkecuali di negeri kita, syair Barzanji didendangkan – biasanya, dalam bentuk standing ovation – dikala menyambut bayi yang baru lahir dan mencukur rambutnya.
Pada perkembangan berikutnya, pembacaan Barzanji dilakukan di berbagai kesempatan sebagai sebuah pengharapan untuk pencapaian sesuatu yang lebih baik. Misalnya pada saat kelahiran bayi, upacara pemberian nama, mencukur rambut bayi, aqiqah, khitanan, pernikahan, syukuran, kematian (haul), serta seseorang yang berangkat haji dan selama berada disana. Ada juga yang hanya membaca Barzanji dengan berbagai kegiatan keagamaan, seperti penampilan kesenian hadhrah, pengumuman hasil berbagai lomba, dan lain-lain, dan puncaknya ialah mau’idhah hasanah dari para muballigh atau da’i.
Kini peringatan Maulid Nabi sangat lekat dengan kehidupan warga Nahdlatul Ulama (NU). Hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awal kalender hijriyah (Maulud). Acara yang disuguhkan dalam peringatan hari kelahiran Nabi ini amat variatif, dan kadang diselenggarakan sampai hari-hari bulan berikutnya, bulan Rabius Tsany (Bakda Mulud). Ada yang hanya mengirimkan masakan-masakan spesial untuk dikirimkan ke beberapa tetangga kanan dan kiri, ada yang menyelenggarakan upacara sederhana di rumah masing-masing, ada yang agak besar seperti yang diselenggarakan di mushala dan masjid-masjid, bahkan ada juga yang menyelenggarakan secara besar-besaran, dihadiri puluhan ribu umat Islam.
Para ulama NU memandang peringatan Maulid Nabi ini sebagai bid’ah atau perbuatan yang di zaman Nabi tidak ada, namun termasuk bid’ah hasanah (bid’ah yang baik) yang diperbolehkan dalam Islam. Banyak memang amalan seorang muslim yang pada zaman Nabi tidak ada namun sekarang dilakukan umat Islam, antara lain: berzanjen, diba’an, yasinan, tahlilan (bacaan Tahlilnya, misalnya, tidak bid’ah sebab Rasulullah sendiri sering membacanya), mau’idhah hasanah pada acara temanten dan mauludan.
Dalam ‘Madarirushu’ud Syarhul’ Barzanji dikisahkan, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa menghormati hari lahirku, tentu aku berikan syafa’at kepadanya di hari kiamat.” Sahabat Umar bin Khattab secara bersemangat mengatakan: “Siapa yang menghormati hari lahir Rasulullah sama artinya dengan menghidupkan Islam!”
*) Diambil dari berbagai sumber

PACARAN MENURUT PANDANGAN ISLAM

Cinta kepada lain jenis merupakan hal yang fitrah bagi manusia. Karena sebab cintalah, keberlangsungan hidup manusia bisa terjaga. Oleh sebab itu, Allah Ta’ala menjadikan wanita sebagai perhiasan dunia dan kenikmatan bagi penghuni surga. Islam sebagai agama yang sempurna juga telah mengatur bagaimana menyalurkan fitrah cinta tersebut dalam syariatnya yang rahmatan lil ‘alamin. Namun, bagaimanakah jika cinta itu disalurkan melalui cara yang tidak syar`i? Fenomena itulah yang melanda hampir sebagian besar anak muda saat ini. Penyaluran cinta ala mereka biasa disebut dengan pacaran. Berikut adalah beberapa tinjauan syari’at Islam mengenai pacaran.

Islam Memerintahkan untuk Menundukkan Pandangan

Allah memerintahkan kaum muslimin untuk menundukkan pandangan ketika melihat lawan jenis. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah kepada laki–laki yang beriman : ”Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An Nuur [24]: 30 )
Dalam lanjutan ayat ini, Allah juga berfirman, “Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : “Hendaklah mereka menundukkan pandangannya, dan kemaluannya” (QS. An Nuur [24]: 31)

Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat pertama di atas mengatakan, ”Ayat ini merupakan perintah Allah Ta’ala kepada hamba-Nya yang beriman untuk menundukkan pandangan mereka dari hal-hal yang haram. Janganlah mereka melihat kecuali pada apa yang dihalalkan bagi mereka untuk dilihat (yaitu pada istri dan mahromnya). Hendaklah mereka juga menundukkan pandangan dari hal-hal yang haram. Jika memang mereka tiba-tiba melihat sesuatu yang haram itu dengan tidak sengaja, maka hendaklah mereka memalingkan pandangannya dengan segera.”

Ketika menafsirkan ayat kedua di atas, Ibnu Katsir juga mengatakan, ”Firman Allah (yang artinya) ‘katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka’ yaitu hendaklah mereka menundukkannya dari apa yang Allah haramkan dengan melihat kepada orang lain selain suaminya. Oleh karena itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak boleh seorang wanita melihat laki-laki lain (selain suami atau mahromnya, pen) baik dengan syahwat dan tanpa syahwat. … Sebagian ulama lainnya berpendapat tentang bolehnya melihat laki-laki lain dengan tanpa syahwat.”

Lalu bagaimana jika kita tidak sengaja memandang lawan jenis?
Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 5770)

Faedah dari menundukkan pandangan, sebagaimana difirmankan Allah dalam surat An Nur ayat 30 (yang artinya) “yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka” yaitu dengan menundukkan pandangan akan lebih membersihkan hati dan lebih menjaga agama orang-orang yang beriman. Inilah yang dikatakan oleh Ibnu Katsir –semoga Allah merahmati beliau- ketika menafsirkan ayat ini. –Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk menundukkan pandangan sehingga hati dan agama kita selalu terjaga kesuciannya-

Agama Islam Melarang Berduaan dengan Lawan Jenis

Dari Ibnu Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita kecuali jika bersama mahromnya.” (HR. Bukhari, no. 5233)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahromnya.” (HR. Ahmad no. 15734. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan hadits ini shohih ligoirihi)

Jabat Tangan dengan Lawan Jenis Termasuk yang Dilarang

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)

Jika kita melihat pada hadits di atas, menyentuh lawan jenis -yang bukan istri atau mahrom- diistilahkan dengan berzina. Hal ini berarti menyentuh lawan jenis adalah perbuatan yang haram karena berdasarkan kaedah ushul “apabila sesuatu dinamakan dengan sesuatu lain yang haram, maka menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram”. (Lihat Taysir Ilmi Ushul Fiqh, Abdullah bin Yusuf Al Juda’i)

Meninjau Fenomena Pacaran

Setelah pemaparan kami di atas, jika kita meninjau fenomena pacaran saat ini pasti ada perbuatan-perbuatan yang dilarang di atas. Kita dapat melihat bahwa bentuk pacaran bisa mendekati zina. Semula diawali dengan pandangan mata terlebih dahulu. Lalu pandangan itu mengendap di hati. Kemudian timbul hasrat untuk jalan berdua. Lalu berani berdua-duan di tempat yang sepi. Setelah itu bersentuhan dengan pasangan. Lalu dilanjutkan dengan ciuman. Akhirnya, sebagai pembuktian cinta dibuktikan dengan berzina. –Naudzu billahi min dzalik-. Lalu pintu mana lagi paling lebar dan paling dekat dengan ruang perzinaan melebihi pintu pacaran?!

Mungkinkah ada pacaran Islami? Sungguh, pacaran yang dilakukan saat ini bahkan yang dilabeli dengan ’pacaran Islami’ tidak mungkin bisa terhindar dari larangan-larangan di atas. Renungkanlah hal ini!

Mustahil Ada Pacaran Islami

Salah seorang dai terkemuka pernah ditanya, ”Ngomong-ngomong, dulu bapak dengan ibu, maksudnya sebelum nikah, apa sempat berpacaran?”
Dengan diplomatis, si dai menjawab,”Pacaran seperti apa dulu? Kami dulu juga berpacaran, tapi berpacaran secara Islami. Lho, gimana caranya? Kami juga sering berjalan-jalan ke tempat rekreasi, tapi tak pernah ngumpet berduaan. Kami juga gak pernah melakukan yang enggak-enggak, ciuman, pelukan, apalagi –wal ‘iyyadzubillah- berzina.

Nuansa berpikir seperti itu, tampaknya bukan hanya milik si dai. Banyak kalangan kaum muslimin yang masih berpandangan, bahwa pacaran itu sah-sah saja, asalkan tetap menjaga diri masing-masing. Ungkapan itu ibarat kalimat, “Mandi boleh, asal jangan basah.” Ungkapan yang hakikatnya tidak berwujud. Karena berpacaran itu sendiri, dalam makna apapun yang dipahami orang-orang sekarang ini, tidaklah dibenarkan dalam Islam. Kecuali kalau sekedar melakukan nadzar (melihat calon istri sebelum dinikahi, dengan didampingi mahramnya), itu dianggap sebagai pacaran. Atau setidaknya, diistilahkan demikian. Namun itu sungguh merupakan perancuan istilah. Istilah pacaran sudah kadong dipahami sebagai hubungan lebih intim antara sepasang kekasih, yang diaplikasikan dengan jalan bareng, jalan-jalan, saling berkirim surat, ber SMS ria, dan berbagai hal lain, yang jelas-jelas disisipi oleh banyak hal-hal haram, seperti pandangan haram, bayangan haram, dan banyak hal-hal lain yang bertentangan dengan syariat. Bila kemudian ada istilah pacaran yang Islami, sama halnya dengan memaksakan adanya istilah, meneggak minuman keras yang Islami. Mungkin, karena minuman keras itu di tenggak di dalam masjid. Atau zina yang Islami, judi yang Islami, dan sejenisnya. Kalaupun ada aktivitas tertentu yang halal, kemudian di labeli nama-nama perbuatan haram tersebut, jelas terlalu dipaksakan, dan sama sekali tidak bermanfaat.

Pacaran Terbaik adalah Setelah Nikah

Islam yang sempurna telah mengatur hubungan dengan lawan jenis. Hubungan ini telah diatur dalam syariat suci yaitu pernikahan. Pernikahan yang benar dalam Islam juga bukanlah yang diawali dengan pacaran, tapi dengan mengenal karakter calon pasangan tanpa melanggar syariat. Melalui pernikahan inilah akan dirasakan percintaan yang hakiki dan berbeda dengan pacaran yang cintanya hanya cinta bualan.

Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kami tidak pernah mengetahui solusi untuk dua orang yang saling mencintai semisal pernikahan.” (HR. Ibnu Majah no. 1920. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani)
Kalau belum mampu menikah, tahanlah diri dengan berpuasa. Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagaikan kebiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnul Qayyim berkata, ”Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta, malah cinta di antara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan, karena bila keduanya telah merasakan kelezatan dan cita rasa cinta, tidak bisa tidak akan timbul keinginan lain yang belum diperolehnya.”

Cinta sejati akan ditemui dalam pernikahan yang dilandasi oleh rasa cinta pada-Nya. Mudah-mudahan Allah memudahkan kita semua untuk menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Allahumma inna nas’aluka ’ilman nafi’a wa rizqon thoyyiban wa ’amalan mutaqobbbalan. [Muhammad Abduh Tuasikal]

SUKSES UJIAN NASIONAL

Pada umumnya, jika orang mendengar kata ujian atau akan menghadapi ujian, seperti mau perang saja. Panik. Atau seperti menghadapi momok yang sangat menakutkan dan menyeramkan sekali. Apalagi, menjelang ujian belum mempunyai persiapan yang matang. Mungkin Anda pun akan mengalami kepanikan luar biasa, begitu jadwal ujian sudah mepet di depan mata. Anda menjadi tegang dan tidak tahu mana lagi yang harus didahulukan untuk dipelajari.
Menelaah ketakutan yang menghantui orang yang hendak mengikuti ujian dapat disebabkan oleh beberapa faktor dan pengaruh psikologis dari dalam diri sendirinya, seperti antara lain:
Tidak memiliki percaya diri.
Tidak memiliki kemampuan dalam cara-cara belajar yang baik.
Tidak memiliki indikator-indikator belajar yang jelas.
Tidak cukup memiliki minat belajar.
Kurang mempersiapkan diri untuk ujian.
Belajar tidak teratur dan tidak disiplin.
Tidak memiliki kecakapan dalam menghadapi ujian.
Kebiasaan buruk sebahagian orang suka menunda-nunda waktu belajar. Mungkin Anda pun melakukannya juga. Belajar baru dilakukan di saat menjelang ujian, misalnya kurang dari seminggu. Belajar instan atau belajar kilat pun langsung mereka pergunakan. Yang menjadi masalah, mungkinkah belajar instan dapat masuk ke dalam otak seluruh materi pelajaran dari beberapa mata pelajaran? Belajar instan atau belajar mati-matian untuk semua mata pelajaran, jelaslah tidak mungkin dapat menguasai materi pelajaran. Betapa pun keras seseorang belajar.
Bahkan, kemungkinan lain dengan belajar instan bukannya pelajaran yang didapat, tetapi penyakit yang diperoleh. Sebab, belajar instan menuntut pengerahan energi psikis dan fisik yang dipaksakan karena termotivasi untuk menguasai materi pelajaran dalam waktu singkat. Mengingat waktu kian mepet, membuat perasaan tak enak dan gelisah serta menimbulkan ketegangan-ketegangan emosional dalam belajar, sehingga perhatian dan pikiran sangat sulit untuk memfokuskan pada satu masalah atau pokok bahasan. Pikiran yang tak fokus dan terburu-buru memberi dampak tekanan psikologis dan otot-otot pun mengalami ketegangan yang dipaksakan. Sehari mungkin seseorang masih kuat, tetapi jika dua-tiga hari akan jatuh sakit dan mengalami tekanan mental. Orang yang sedang sakit atau mengalami tekanan mental, maka dirinya tak mampu mengerahkan kemampuannya yang tinggal terbatas itu untuk bisa memaksimalkan kemampuannya dalam mengikuti ujian. Bahkan, tekanan mental yang dialami itu justru menjadi penghambat kemampuan bernalarnya, sehingga dirinya mengalami kesulitan dalam mengerjakan dan menyelesaikan soal-soal ujiannya. Soal yang paling mudah pun menjadi terasa sangat sulit, bahkan tak mampu dijawabnya.
Sebaliknya, orang yang mempunyai persiapan yang matang, ujian sangat dinanti-nantikannya dengan penuh semangat. Bagi mereka ujian merupakan bagian penting dalam belajar sebagai alat pembuktian diri dan mengukur tingkat keberhasilan dirinya dalam belajar.
Bagaimana cara menghadapi ujian?
Untuk menghilangkan ketegangan-ketegangan ketika akan menghadapi ujian ada lima tahap yang harus dilalui, antara lain:
Pertama, Pembentukan Rasa Percaya Diri.
Rasa percaya diri merupakan sumber energi dan sikap optimis terhadap kemampuan diri sendiri untuk dapat menyelesaikan segala sesuatu dan kemampuan untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian diri pada situasi yang akan dihadapi. Sebab, banyak siswa mengalami kesulitan dan kegagalan menjalani ujian bukan karena tidak mampu menyelesaikan soal. Tetapi, karena tidak pede menyebabkan kemampuan yang dimilikinya tidak muncul maksimal. Siswa banyak mengalami ketegangan-ketegangan, sehingga menekan daya nalar dan yang muncul dominant berupa kepanikan, ketakutan dan rasa cemas.
Kedua, Persiapan
Persiapan jangka panjang dimulai sejak awal pelajaran dengan belajar secara terencana, sistematis, teratur dan disiplin.
Persiapan jangka pendek atau khusus.
Persiapan jangka pendek ini dilakukan 1-2 bulan menjelang ujian. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persiapan khusus ini, antara lain:
Mengetahui acuan pembobotan soal ujian.
Dari GBPP (Garis-Garis Besar Program Pengajaran) dapat Anda lihat alokasi waktu pertemuan dari setiap pokok bahasan pelajaran yang Anda pelajari. Anda pun dapat membuat persentasi alokasi waktu pertemuan setiap pokok bahasan yang dibutuhkan untuk mempelajarinya. Jumlah persentasi pembobotan pertemuan setiap pokok bahasan sama artinya dengan jumlah persentasi soal yang akan diujikan perpokok bahasannya dalam ujian. Dengan mengetahui pembobotan pokok bahasan dan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya, tentu memudahkan untuk mengatur dan mengarahkan persiapan Anda.
Mengorganisasi waktu belajar.
Dalam rentang waktu 1-2 bulan menjelang ujian anda harus melakukan persiapan khusus belajar dengan melakukan pengulangan (review), latihan penyelesaian soal-soal atau upaya menilai kemampuan diri sendiri. Untuk menilai kemampuan diri dengan menyelesaikan soal-soal dalam waktu singkat dan tepat. Untuk itu, anda harus melatih kecepatan atau ketangkasan penguasaan materi dengan cara membiasakan diri mengerjakan soal-soal dalam limit waktu yang dipersingkat. Misalnya soal-soal dari BANK SOAL sebanyak 60 soal dan waktu yang ditetapkan 2 jam, maka Anda harus dapat menyelesaikan soal tersebut dalam waktu satu sampai 1 ½ jam. Perlu diingat dalam mengerjakan soal, kerjakan soal yang termudah terlebih dahulu dan cari cara-cara singkat menyelesaikan soal.
Menjaga kebugaran dan kesehatan.
Kebugaran dan kesehatan yang prima sangat dibutuhkan saat ujian. Jika tubuh tidak fit saat ujian, maka Anda akan mengalami kesulitan untuk memusatkan perhatian, konsentrasi dan pikiran untuk ujian karena energi dan daya nalar yang ada sebahagian habis tersita untuk menghadapi atau menahan sakit. Makanya, kebugaran dan kesehatan perlu Anda jaga dan ditingkatkan dengan memperhatikan nutrisi harus cukup, vitamin harus cukup, istirahat dan olah raga ringan dengan teratur.
Mengistirahatkan pikiran dari kesibukan belajar.
Satu hari menjelang ujian, Anda harus menjauhkan diri dari yang berhubungan dengan materi pelajaran atau hal-hal yang bersangkut paut dengan masalah ujian. Anda harus dapat melakukan relaksasi pikiran atau penyegaran pikiran dengan atau pada hal-hal yang bersifat menyenangkan atau olah raga ringan. Kemudian Anda harus istirahat yang cukup.
Ketiga, Tahap Menjelang Ujian
Pada hari H ujian dilangsungkan, beberapa ketentuan yang harus Anda lakukan, antara lain:
1. Persiapkan peralatan yang dibutuhkan untuk ujian dengan baik.
2. Datanglah ke ruang ujian 10 menit menjelang ujian. Jangan terlalu cepat datang karena akan menimbulkan ketegangan emosional dan kejenuhan dalam penantian ujian, sehingga dapat mempengaruhi dalam memusatkan perhatian dan konsentrasi. Kemampuan Anda pun menjadi tertekan, sehingga tidak optimal dalam mengerjakan soal-soal yang diujikan.
3. Sebelum berangkat dari rumah menuju lokasi ujian, Anda harus sarapan/makan terlebih dahulu. Jika perut dalam kondisi lapar dapat mempengaruhi kemampuan Anda untuk memusatkan perhatian, konsentrasi dan pikiran.
4. Anda harus menghindari kebiasaan buruk membahas dengan teman-temannya perkiraan soal yang akan diujikan menjelang ujian dilaksanakan. Kerugian membahas perkiraan soal saat detik-detik menjelang ujian, akan menimbulkan ketegangan emosional, kepanikan dan tidak percaya diri. Kondisi pikiran dan fisik pun menjadi tidak fresh lagi untuk ujian, sehingga mengurangi energi untuk melakukan pemusatan perhatian, konsentrasi dan pikiran.
5. Lebih baik, jika Anda dapat bercanda-ria bersama teman-temannya dengan relaks dan menggembirakan diri serta melupakan segala hal yang bersangkut paut dengan materi ujian.
Keempat, Tahap Berlangsung Proses Ujian
1. Tulis nomor ujian atau nama dengan jelas dan terang pada kolom yang telah disediakan pada lembar jawaban yang telah dibagikan.
2. Bacalah petunjuk-petunjuk ujian dengan teliti sebelum Anda menjawab pertanyaan.
3. Bacalah soal-soal ujian dengan teliti sebelum menjawab dan pahami benar-benar apa inti yang ditanyakan.
4. Kerjakan soal-soal yang lebih mudah terlebih dahulu dengan tenang dan berpikir.
5. Sediakan waktu 5-10 menit untuk mengoreksi lembar jawaban, apakah penulisan jawaban sudah sempurna atau belum.
6. Jika Anda dapat menyelesaikan jawaban sebelum waktunya habis, pergunakan waktu yang tersisa untuk mengoreksi jawaban-jawaban yang telah ditulis.
7. Periksa kembali nama Anda, nomor ujian dan lain-lain sebelum lembar jawaban diserahkan kepada pengawas ujian.
Catatan: Ketika Anda mengerjakan soal, maka Anda harus mengorganisir cara bernalar Anda, agar tidak mengalami kepanikan atau kebingungan dalam menjawab soal. Untuk memudahkan Anda bernalar, maka Anda harus membantu dan mengarahkan jalan pikiran Anda dengan berusaha membayangkan bentuk atau bangun materi dari soal yang hendak Anda jawab.
Sebaiknya, untuk memudahkan dan menyederhanakan cara berpikir Anda, maka pindahkan bayangan bentuk (bangun) materi soal dari benak pikiran Anda ke atas kertas dengan membuat gambar, sketsa atau grafik dari bangun (bentuk) materi soal tersebut.
Perhatikan setiap unsur atau bidang dari bangun (bentuk) materi soal itu yang sudah diketahui dan yang belum. Kemudian Anda harus mengerti dan mamahami bagian soal yang ditanyakan.
Jika materi penyelesaian soal menggunakan rumus penyelesaiannya, maka perhatikan step by step (tahap demi tahap) penyelesaiannya, apa cara biasa, atau cara penyelesaian dengan penguraian rumus terbalik. Misalnya: Penyelesaian cara biasa untuk mencari Volume sebuah kolam persegi panjang dengan panjang (p) kolam 20 meter, lebar(l) 5 meter dan dalam/tinggi (t) kolam 2 meter. yaitu:
Rumus volume (V) = panjang (p) x lebar (l) x tinggi (t)
V = 20 x 5 x 2 x 1 m
V = 200 meter kubik
Sementara, untuk mencari panjang sebuah kolam renang. Sedangkan Volume (v) kolam renang diketahui sebesar 800 meter kubik, dengan panjang (p) 25 kali dalam (t) kolam dan lebar (l) kolam 8 meter. Maka cara menjawabnya, sebagai berikut:
P = 25 t, l = 8 meter.
Rumus V = p x l x t
p = V : (l x t)
25 t2 = 800 : (8 x t)
25 t x t = 800 : 8
25 t2 = 100
t2 = 4
t = 2 m
Maka Panjang kolam renang = 25 t = 25 x 2 m = 50 m

Kelima, Pasca Ujian
Jika Anda mengalami kegagalan atau tidak lulus dalam menghadapi ujian, maka Anda tidak boleh putus asa. Kegagalan bukan akhir dari segala-galanya, melainkan hal yang biasa dalam belajar dan yang penting dibangkitkan adalah kesadaran untuk mengevaluasi sebab-sebab kegagalan tersebut. Dari kegagalan tersebut dapat dijadikan acuan untuk memperbaiki perencanaan dan sistematis belajar Anda untuk mengikuti ujian mendatang.

Sumber: “Siapa Bilang Menjadi Manusia Pembelajar Susah?”, karya Drs. Hendra Surya, terbitan ELEX MEDIA KOMPUTINDO

Minggu, 13 Februari 2011

CARA "PUTUS" DENGAN PACAR SECARA BAIK DAN BENAR

Tulisan ini merupakan masukan untuk membantu ananda menghilangkan tali cinta sepasang kekasih, baik dengan cara yang baik-baik maupun cara yang kasar. Sebaiknya ananda pikir-pikir lagi sebelum memutuskan untuk putus cinta dengan pacar, karena mungkin anda akan menyesal di kemudian hari. Pacar kita pun mungkin bisa sakit hati, sakit fisik, stres, depresi, dendam, dsb kalau kita salah cara mengakhirinya.
Emosi sesaat, pacar melakukan kesalahan kecil, pacar sudah tidak cakep lagi, pacar tidak tajir, dan lain-lain merupakan contoh masalah yang tidak perlu sampai putus. Diperlukan kepala dingin, jiwa mengalah, sabar, ketenangan batin dan kebesaran hati untuk menjaga hubungan cinta yang sudah terjalin.
Intinya, janganlah jadian dengan cowok kalau kita tidak suka sekali pada dia. Hindari pacaran ketika masih sekolah untuk menghindari sakit hati, cinta monyet, masa depan berantakan, married by accident (Menikah hamil duluan), menguras waktu tenaga pikiran materi, dan lain-lain. Carilah cinta sejati kita ketika kita telah siap/mapan walaupun harus merebut pacar orang yang hanya cinta monyet.
Penting : Pelajari dulu kejiwaan pacar yang mau diputuskan cintanya, apakah ia akan mampu menerima keputusan putus cinta tersebut atau tidak.
Tips Cara/Metode Mutusin Pacar.
1. Bilang baik-baik bahwa sudah tidak ada cinta lagi dan ingin menjadi teman saja. Tapi jangan buat doi patah hati dan stress, tapi buatlah situasi yang dia dapat menerimanya dengan senang hati.
2. Ingin serius sekolah terlebih dahulu dengan break sementara (putus sementara). Nanti kalau sudah beres bisa diputuskan kembali apakah akan lanjut pacaran atau putus.
3. Diomeli orang tua kita tidak boleh pacaran.
4. Ada aturan sekolah bahwa selama masih menjadi pelajar SMP Negeri 1 Ambal tidak boleh pacaran.
5. Berubah menjadi orang yang kasar, tempramental, mau menang sendiri dan senang melakukan tindak tidak terpuji yang tidak disukai dengan harapan agar sidoi ilfil.
6. Ngaku sudah dijodohin orang tua dan baru tahu dijidohin setelah ketahuan pacaran sama doi.
7. Minta tolong sama teman lawan jenis yang ganteng, pintar, dll untuk bohong bahwa dia adalah pacar kita sebelum dia dan belum putus. Minta kawan kita untuk bicara baik-baik agar doi mulai mencari pengganti kita.
Kalau beragam cara sudah dilakukan tetapi dia tetap setia dan cinta mati sama kita berarti dia patut diperhitungkan karena jarang ada yang seperti itu. Pikirkan lagi masak-masak karena kita bisa menyesal kemudian kalau kita meninggalkan dia. Dan yang terakhir serahkan dan tawakal kepada Allah SWT. Dengan Shalat Sunat Istikharah. Insyya Alloh segala keraguan akan di beri kepastian oleh Alloh SWT.
Perhatian : Pacaran yang penuh aktivitas maksiat tidak diperbolehkan agama. Pacaran yang bertujuan untuk lebih mengenal calon pasangan seumur hidup kita serta keluarganya boleh-boleh saja asal jangan macam-macam dan kebablasan.
Saran Bikonseling Sepenza Ambal : Pacaran lebih baik dihindari dulu apalagi sudah menjelang Ujian Nasional yang butuh konsentrasi ekstra.
Mudah-mudahan bermanfaat.

Jumat, 28 Januari 2011

7 PRINSIP PENDIDIKAN TANPA KEKERASAN

Dewasa ini banyak pendidik atau guru dan para orang tua yang kebingungan menghadapi perubahan zaman yang sangat cepat di mana era kebebasan, keterbukaan dan kemajuan sains teknologi telah mempengaruhi anak didik dan remaja pada umumnya begitu rupa sehingga mereka menjadi lebih bebas, terbuka dan berpikir maju dalam membela hak-haknya.
Ketika Indonesia memasuki era reformasi politik, yang kemudian mengalami pelebaran hingga reformasi di bidang hukum, hal-hal yang dulunya tidak begitu dimengerti oleh masyarakat umum akhirnya difahami dengan baik, terutama dengan adanya kebebasan media dalam memberitakannya. Hal itu adalah pemahaman tentang hak-hak asasi manusia secara luas. Apalagi ditunjang dengan ketersediaan sarana undang-undang yang diperkuat oleh publikasi media yang tanpa tekanan.
Undang-undang Perlindungan Anak dan Undang-undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah contoh ketentuan yang sangat memperhatikan hak-hak asasi anak dalam perannya di antara orang dewasa. Kelemahan dari segi fisik dan kelabilan mental yang belum dewasa pada anak dan remaja, dilindungi oleh kedua undang-undang ini dari kekuasaan orang dewasa yang sewenang-wenang. Pelanggaran terhadap kedua perundangan ini dikatagorikan pidana dan bisa menyeret pelakunya ke dalam penjara.

Sejarah kekerasan di dunia pendidikan

Pendidikan dan pengajaran memang tidak identik dengan kekerasan, baik di masa yang lalu apalagi sekarang ini. Tapi kekerasan sering kali dihubung-hubungkan dengan kedisiplinan dan penerapannya dalam dunia pendidikan. Istilah “tegas” dalam membina sikap disiplin pada anak didik, sudah lazim digantikan dengan kata “keras”. Hal ini kemudian ditunjang dengan penggunaan kekerasan dalam membina sikap disiplin di dunia militer, khususnya pendidikan kemiliteran.
Ketika kemudian cara-cara pendidikan kemilitera itu diadopsi oleh dunia pendidikan sipil, maka cara “keras” ini – istilah sekarang adalah kekerasan – juga ikut diambil alih. Teriakan, tendangan, tamparan menjadi cara-cara biasa dalam membina kedisiplinan anak didik, khususnya di bidang pelajaran yang melatih fisik seperti olah raga.
Namun saya tidak bermaksud mengatakan bahwa semua guru olah raga suka main pukul. Tapi sejarahnya sering kali mengidentikan guru olah raga dengan guru yang suka menghukum –push up atau lari keliling lapangan – dan suka memukul atau menendang terutama anak yang bandel.
Dari sinilah kemudian cara kekerasan dicontoh oleh guru-guru di bidang lain – biasanya materi pelajaran yang “berat” bagi siswa secara umum, misalnya matematika dan ilmu pengetahuan alam. Kekerasan pendidik di bidang ini bisa berbentuk bentakan, merobek buku pe-er bagi yang lupa melakukan pekerjaan rumahnya, atau menyuruh anak didik berdiri di tengah lapangan pada hari panas terik.
Bagaimanakah seharusnya para guru, pendidik dan pengajar, bersikap enghadapi kebandelan siswa tanpa harus menggunakan kekerasan?
Anak didik tidak jauh berbeda dengan manusia biasa. Mereka akan membentuk pertahanan diri apabila diserang. Pertahanan itu berupa balas membentak apabila dimarahi, melawan dengan fisik kalau disakiti, atau lari bila dia merasa tidak mempunyai kemampuan membalas.
Seni menghadapi anak didik sama seperti seni menghadapi anak-anak da remaja pada umumnya. Mereka sebenarnya adalah makhluk yang lemah yang mudah diajak berunding. Mereka mudah percaya dengan orang lain, apalagi orang yang dianggapnya lebih dewasa dan pandai. Membuka hati anak untuk menerima pendapat orang dewasa, sebetulnya adalah seni menumbuhkan kepercayaan.
Ada 7 hal yang harus difahami dan kemudian diterapkan oleh pendidik untuk memperoleh kepercayaan anak didik agar mencapai maksud dari pendidikan itu, tanpa harus menggunakan kekerasan.

1. Tindakan alternatif
Cara pendidikan tanpa kekerasan digambarkan sebagai sebuah cara ketiga atau alternatif ketiga, setelah tindakan menyalahkan dan aksi kekerasan karena hal itu. Seorang pendidik yang melihat kesalahan seorang siswa, mempunyai tiga pilihan setelah itu, apakah dia akan menyalahkannya, menggunakan kekerasan untuk memaksa siswa memperbaiki kesalahan itu atau menggunakan cara ketiga yang tanpa kekerasan.
Menahan diri untuk tidak menyalahkan tentu bukan perkara mudah bagi orang dewasa apabila melihat sebuah kesalahan dilakukan oleh anak di depan matanya. Tapi perlu diingat bahwa sebuah tudingan bagaimanapun akan berbuah balasan dari anak, karena secara insting dia akan mempertahankan dirinya. Reaksi atas sikap anak yang membela diri inilah yang ditakutkan akan berbuah kekerasan dari pendidik terhadap anak didik.

2. Keakraban penuh keterbukaan
Dasar pemikirannya adalah persaudaraan kemanusiaan. Bahwa antara pendidik dan anak didik ada sebuah benang merah persaudaraan kemanusiaan yang tidak akan terputus sampai kapan pun, di mana telah terjadi hubungan memberi dan menerima ilmu pengetahuan.
Keakraban maksudnya berbagi dengan orang lain dengan tidak membeda-bedakan anak-anak didik, dan terbuka adalah tidak menutup-nutupi hal apa pun atau mencoba mengambil keuntungan dari hal-hal yang tidak diketahui siswa. Sebuah keakraban yang penuh keterbukaan hanya bisa terjalin apabila adalah rasa persaudaraan kemanusiaan antara pihak pendidik dan siswa.
Di dalam keakraban ada kasih sayang, keramahan, sopan-santun, saling menghargai dan menghormati. Sedang keterbukaan mengandung unsur kejujuran, kerelaan dan menerima apa adanya.
Keakraban yang terbuka ini ibarat pintu bagi masuknya sebuah kepercayaan. Ketika anak didik sudah merasakan keakraban yang terbuka dari gurunya, maka dia dengan senang akan mendengarkan apa pun yang disampaikan oleh sang guru.

MENGIKIS SIKAP OTORITER

Salah satu yg berbahaya diantara penyakit hati yg kita miliki adl sifat egois sifat tak mau kalah sifat ingin menang sendiri sifat ingin selalu merasa benar atau sifat ingin selalu merasa bahwa memang diri tak berpeluang untuk berbuat salah. Sifat seperti ini biasa banyak menghinggapi orang-orang yang diamanahi kedudukan—seperti para pimpinan dalam skala apapun. Sifat-sifat tadi ujung-ujung akan bermuara pada sikap otoriter bahkan lebih jauh lagi menjadi seorang diktator {suatu sebutan yg diantara dinisbahkan pada pemimpin pemerintahan NAZI Jerman Adolf Hitler atau pada pemerintahan fasis Italia zaman Benito Musolini dan juga para pemimpin diktator dunia lainnya}.

Pastilah pula kita tak akan pernah nyaman mendengar kata-kata seperti itu dan kita juga tak akan pernah suka melihat orang yg otoriter yg segala seperti harus dalam genggamannya. Dan hasil kita tahu sendiri bahwa orang-orang yg memiliki cap otoriter orang yg selalu ingin segala dalam kekuasaan semua tunduk dan patuh kepada ujung adl kejatuhan dan kehinaan. Dari segi nama saja sudah menimbulkan kesan tak enak utk didengar kuping. Simaklah kata “otoriter” “egois” atau “menang sendiri” seperti kita menangkap kesan yg kurang sreg dgn kata-kata ini. Apalagi jika melihat langsung orang yg memiliki sifat seperti itu akan lbh tak suka lagi. Tapi sayang seperti kita jarang menyisihkan waktu utk berta secara jujur pada diri sendiri apakah sifat-sifat itu ada pada diri kita atau tidak? Apakah kita ini orang otoriter atau bukan? Maaf-maaf saja kepada para orang tua guru manager pimpinan direktur komandan bos pokok orang-orang yg diamanahi kekuasaan oleh Allah biasa memiliki kecenderungan sifat seperti ini.

Orang-orang yg otoriter biasa memiliki versi tersendiri dalam menilai suatu kejadian versi yg sesuka dia tentunya. Hal ini krn dia selalu memandang lbh diri sehingga selalu melihat sesuatu itu kurang dan jelek saja. Akibat sebaik apapun yg dilakukan orang lain selalu saja dari mulut meluncur omelan gerutuan dan koreksian. Tepatlah bagi pepatah ‘nila setitik rusak susu sebelanga’. Arti krn kesalahan sedikit jeleklah seluruh kelakuannya. Bagi orang otoriter biasa tak ada pilihan lain selain 100% harus sesuai keinginannya.

Hasil kajian sebuah penelitian menyebutkan bahwa para korban NAPZA {Narkotika Pshikotropika dan Zat Aditif lainya} diantara adl mereka yg tumbuh besar dari kalangan orang tua otoriter keras mau menang sendiri tak mau berkomunikasi dan tak ada dialog antar anggota keluarga sehingga si anak menjadi seorang yg bersikap apatis acuh bahkan akhir si anak melarikan rasa ketertekanan ini ke NAPZA naudzhubillah.

Ada pula anak yg selalu bentrok dgn ibu krn si ibu begitu menuntut agar dia nurut 100% tanpa reserve. Kondisi ini dibarengi pula dgn penilaian kepada anak yg selalu negatif akibat yg diungkapkan si ibu selalu sisi-sisi yg salah dari diri si anak. Munculah ungkapan “Sedikit-sedikit salah-sedikit-sedikit salah!” bahkan saking kesal si anak ini berkata “Kalau saya ini salah terus lalu kapan benar saya sebagai manusia ini? Kenapa semua yg saya lakukan selalu disalahkan?!”. Padahal kalau si anak belum mengerti seharus orang tua yg lbh dulu mengerti kalau si anak belum bisa paham seharus orang tua yg duluan paham. Tapi krn orang tua tak mengerti dan kurang ilmu akhir tanpa disadari si ibu telah menggiring dan menjerumuskan anak ke dunia NAPZA.

Ternyata beginilah gaya mendidik yg otoriter yg kaku dan kurang komunikatif akan menghasilkan anak-anak dalam kondisi tertekan tak aman hingga ujung ia lari dari kenyataan yg dihadapinya. Begitupun di kantor-kantor atau perusahaan-perusahaan yg memiliki pimpinan bertife otoriter pastilah dia akan membuat karyawan tertekan. Hal ini dapat diamati saat pimpinan datang ke ruang kerja karyawan semua karyawan menjadi tegang gugup dan panik. Ini terjadi krn kalau pimpinan datang maka yg dilihat hanya kesalahan-kesalahan karyawan saja. Mengapa begini? Mengapa begitu? Ini salah! Itu Salah! Jarang memuji jarang menghargai jarang menyapa dengan baik bahkan wajah menyeramkan dan angker krn sangat jarang senyum. Pada akhir karyawan disiplin menjadi disiplin takut atau disiplin semu padahal sebenar karyawan merasa tertekan sakit hati dan bahkan benci ke si pimpinan yg otoriter ini.

Diantara ciri perusahaan dgn kondisi seperti ini adl ditandai dengan perputaran keluar-masuk karyawan yg sangat tinggi. Semua karyawan dari yang level tertinggi sampai yg level terendah mau keluar saja. Kalaupun ada yang bertahan bukan krn senang bekerja di sana kebanyakan yg bertahan memang krn butuh saja. Butuh uang bukan butuh suasananya.

Oleh sebab itu hati-hatilah bagi para pemimpin yg otoriter dan bersiap-siaplah menjadi orang yg tak disukai krn saking banyak orang yg merasa teraniaya. Orang otoriter itu marah saja biasa dilakukan di sembarang tempat asal dia ketemu dgn yg dimarahi marah akan meledak-ledak. Padahal kemarahan seperti itu justru akan mempermalukan si pemarah itu sendiri karena orang yg melihat akan mengeluarkan penilaian yg negatif kepada dia. Misal “Kok marah gitu-gitu amat padahal dia haji padahal dia pejabat”. Orang-orang yg marah biasa omongan juga jelek sekali kata-kata kasar dan menyeramkan. Jadi ketika si pemarah itu marah yg dimarahi bukan malah nurut atau bukan malah simpati yg terjadi justru orang itu akan mengeluarkan penilaian sendiri. Walaupun nampak seperti nunduk atau manggut-manggut tapi hati tak pernah bisa dibohongi tak pernah bisa dibeli dgn kemarahan. Yang ada justru orang itu akan menjadi sakit hati dongkol dan merendahkan orang yg marah walaupun mungkin pada saat itu ia tak berani mengekspresikannya.

Hati-hati nih bagi para pimpinan yg suka marah-marah terutama orang-orang yg tak biasa jadi bawahan kadang-kadang ia agak otoriter. Dalam keluarga militer memang kecenderungan sifat otoriter muncul di keluarga itu akan jauh lbh kuat krn memang jalur komando ala militer kadangkala diberlakukan oleh pimpinan di keluarga itu dgn konsep militer. Celaka di kantor dididik dalam gaya hidup ala militer sayang di rumah mendidik dgn gaya yg sama mendidik dgn gaya ala militer padahal kondisi kantor dan kondisi rumah berbeda. Pernah ada sebuah keluarga dgn empat anak ternyata tiga diantara mengalami depresi berat krn sang ayah terlalu kaku dalam memimpin rumah tangga yg pengelolaan disamakan seperti di kantornya. Jangan heran bila ada orang yg sukses di kantor belum tentu sukses di rumah tangga. Ada yg “sukses” di kantor itu krn ia begitu tegas sebagai seorang komandan tapi di rumah anak-anak itu beda krn memang mereka bukanlah militer mereka tak dilatih kemiliteran dan terlebih lagi mereka tak dikasih pangkat.

Perlu diwaspadai pula bahwa biasa pemimpin yg otoriter akan membuahkan pula bibit–bibit anak didik yg otoriter. Seperti guru yg otoriter akan menghasilkan anak-anak didik yg otoriter pula bahkan nakal. Guru yg otoriter di kelas diantara sifat-sifat adl mau menang sendiri kata-kata tajam dan suka mempermalukan. Kelakuan ini sebenar akan jadi bumerang bagi guru itu sendiri seperti tak disukai pelajaran tak disenangi perangai dan tentu saja ini suatu hal yg kontra produktif. Apalagi perilaku-perilaku seperti ini sangat bertentangan dgn sikap-sikap yang dituntunkan Rasulullah SAW yg ternyata memiliki pribadi yg sangat indah santun dan berakhlak mulia.

Bagi orang yg bagus perangai berwajah ceria serta mulia akhlak maka ia laksana mawar yg kuncup di musim semi dia akan beroleh banyak teman yg membawa kedamaian dan ketentraman semua pintu terbuka baginya. Sementara orang pemberang mudah marah egois dan otoriter harus menggedor pintu utk bisa sekedar berbincang dgn seorang kawan. Karena yg terbaik adl keramahan akhlak dan keceriaan. Rasulullah SAW sendiri adl seorang yg senantiasa berwajah cerah ceria penuh sungging senyuman insya Allah. **

sumber : file chm bundel Tausyiah Manajemen Qolbu Aa Gym

MENJADI GURU YANG DISENANGI MURID

Menjadi guru merupakan panggilan yang sangat mulia. Apalagi di zaman sekarang, guru bukan lagi sebuah profesi yang sederhana. Bahkan menjadi guru merupakan sebuah profesi yang luar biasa, profesi yang tidak lagi dipandang sebelah mata. Terutama dengan peta globalisasi yang memengaruhi ranah pendidikan di Indonesia, menuntut mereka untuk tidak hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran, namun juga dituntut untuk cerdas menyikapi pola tingkah laku murid dengan latar belakang kehidupannya.

Saya sangat setuju guru perlu menambah kompetensinya, memperdalam ilmu demi kemajuan anak didiknya. Tetapi selain itu guru secara psikologis harus mampu menempatkan diri di tengah anak didik dengan karakternya masing-masing. Sekedar menengok kembali beberapa kasus yang terjadi, guru bahkan sampai melecehkan muridnya, bahkan berlaku tidak senonoh. Sampai pada tahap pemukulan terhadap anak didik. Tercorengnya dunia pendidikan karena ulah oknum guru tersebut dapat membawa dampak psikologis terhadap anak didik terhadap sosok guru.

Kalau kita melihat sejarah perkembangan pendidikan guru di zaman Belanda, pastilah ada pembedaan pola asuh, yang akan sedikit memengaruhi pembentukan karakter seorang guru tersebut. Ada semacam pandangan, bahwa guru yang dididik di zaman Belanda pastilah galak dan kolot. Mungkin ada benarnya, namun juga ada, salahnya. Benarnya terletak dimana? Galak dan kolot perlu dilihat dari kondisi saat itu yang mana, karakter guru yang galak tidak selalu jelek.

Begitupun dengan istilah kolot, sikap ini bagi guru di zamannya sangat diperlukan untuk membentuk pola pikir yang terarah dan menanamkan suatu prinsip yang kuat buat anak didik. Anggapan salah, bahwa tidak semua guru didikan zaman kolonial pasti galak dan kolot, ada juga yang terbentuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Bagaimana di zaman sekarang? Ada situasi dan kondisi yang memang harus fleksible. Beda antara anak didik zaman dulu dan sekarang, anak didik zaman sekarang ada kecenderungan kalau dimarahi gurunya pasti menunjukkan sikap yang tidak senang (marah, ngambek). Mungkin yang paling ekstrem ditunjukkan dengan tidak mau sekolah lagi. Yang paling berbahaya adalah kalau tidak menyukai gurunya, bisa dipastikan pelajarannya ikut tidak disukai. Dampak ini yang akan menurunkan produktifitas anak didik untuk mengikuti proses belajar mengajar di dalam kelas. Situasi seperti ini haruslah dihindari dan tidak terjadi di dalam dunia pendidikan.

Pola pendekatan personal

Pendekatan personal ini, setidaknya memberi ruang terbuka terjadinya relasi yang kuat. Mengapa? Sebuah pengalaman memberi inspirasi bahwa, pola ini secara konkret dapat dilakukan oleh guru di luar kelas. Bahkan di luar jam sekolah, misalnya di saat ekskul dan mungkin mendampingi anak didik rekreasi kelas.
Pengalaman ini pernah saya lakukan sewaktu mengajar di Papua. Dan di waktu tertentu, kami pergi bersama ke pantai dan hutan. Bukan hanya sekedar rekreasi tanpa makna, namun melalui rekreasi ini bisa menjadi sarana untuk melakukan proses pengenalan terhadap anak didik. Entah itu latar belakang kehidupannya, karakternya, harapan-harapannya, pola pikirnya dsb. Selain itu guru dapat menempatkan diri sebagai teman.

Teman dalam hal ini dipahami dalam konteks PACING. Artinya bertemu dengan orang lain di dunia mereka, mengidentifikasikan dan menyelaraskan dengan orang lain. Manfaat dari pacing salah satunya adalah mampu memahami kemauan, keinginan dan tujuan anak didik. Dalam konteks umum teman dapat dipahami tidak berjarak atau sejajar. Sehingga membuat anak didik tidak segan dan canggung mengutarakan isi hatinya. Sebagai teman dalam konteks PACING guru setidaknya memunyai kemampuan mendengarkan dan berbicara. Terutama bagi anak didik yang sedang bermasalah. Dalam situasi dan kondisi apapun guru menjadi pondasi pembentukan pribadi anak didik.

Oleh karenanya teladan guru dimata anak didik harus diwujudkan ditengah proses pendidikan yang sedang berlangsung. Baik itu di dalam kelas ataupun di luar kelas.
Dalam konteks disenangi, pemahaman ini memang luas penafsirannya. Bukan berarti, apabila guru ingin disenangi anak didiknya kemudian memberikan berbagai macam kemudahan. Tentunya yang bersifat tidak mendidik. Ada memang penafsiran anak didik yang menyenangi gurunya dikarenakan, guru tersebut tidak pernah marah. Suka bercanda, menghibur, menyenangkan, dsbnya. Itu hanya sebagian kecil saja dari proses pendidikan. Jangan salah sayapun pernah marah sewaktu di kelas. Saya marah karena ada satu anak yang ribut tidak mendengarkan atau bicara sendiri. Guru yang berharap disenangi murid tidak serta merta meninggalkan prinsip mendidiknya. Kalau memang harus marah, dalam hal ini dipahami sebagai sebuah ketegasan. Dan ada unsur mendidiknya. Tidak hanya marah karena luapan emosi yang tidak terkendali. Kemudian dimana letak unsur mendidiknya?

Biasanya selepas kelas selesai atau waktu istirahat, saya dekati anak itu. Sekedar mengajak ngobrol dan berbincang, saya mulai menyinggung kenapa tadi membuat ribut. Sudah menjadi kebiasaan, bahwa diluar kelas hubungan terbangun kembali sebagai teman. Wajah anak didikpun tidak menampakkan dendam atau kemarahan. Ini bisa terjadi dikarenakan sejak awal sudah terbina BUILDING RAPPORT (membangun keakraban). Pola ini dapat disebut sebagai bagian dari pendidikan yang membentuk karakter untuk saling menghargai dan menghormati walaupun mempunyai perbedaan pandangan. ”Disenangi” hanya Sebuah Sarana Disaat percakapan sedang berlangsung, disitulah fungsi PACING. Menyelaraskan, mendengarkan dan mencoba memahami penjelasan dari anak didik.

Dan kemudian guru bisa melakukan LEADING atau mengarahkan. Membawa anak didik untuk berpikir mengenai dampak suasana gaduh karena perbuatannya tadi. Sehingga anak didik juga merasa dihargai, diperhatikan dan diajak untuk mengolah setiap permasalahan yang terjadi. Dalam pendidikan kolese, LEADING dipahami mengarahkan anak didik supaya dapat memilih jalan hidup serta perbuatan sendiri, tanpa sebelumnya atau sesudahnya menutup rapat-rapat kemungkinan pemilihan lain (pidato rektor Kolese De Britto tahun 1976).

Misi dari sebuah pendidikan yang utama sebenarnya adalah membentuk manusia berkarakter yang sadar akan kebebasannya sebagai asasi yang paling tinggi. Kebebasannya ini yang nantinya menjadi sebuah pertanggungjawaban sebagai proses menemukan nilai-nilai dari sebuah misi yang harus diperjuangkan. Bukan kebebasan dalam arti yang tidak disadari. Dan bebas dalam arti ada perbuatan lain yang harus diperjuangkan.Tetapi kebebasan yang kemungkinan mengarah pada perbaikan (manusia), entah itu disebut modernisasi dan pembangunan.

Menjadi guru yang disenangi murid sebenarnya merupakan sebuah sarana untuk mencapai kebebasan yang dihayati. Baik itu oleh guru/pendidik terlebih dahulu, karena penyampaian nilai kemanusiaan bukan sekedar indoktrinasi melainkan sebuah proses terus menerus diantara pribadi satu dengan yang lain. Sehingga anak didik berani untuk hidup ditengah masyarakat serta memperjuangkan nilai sebuah kehidupan. Sebuah keberanian untuk menentukan sikap dan bebas untuk berbuat sesuatu bagi bangsa dan negara. Disitulah peran guru yang mengikhlaskan diri untuk membangun misi pendidikan menjadi misi pribadi guna membentuk anak didik masuk dalam pergumulan dunia. Tentunya bagi perkembangan sebuah bangsa yang bermartabat.